Pasar Tradisional Menyimpan Kearifan Lokal

13 Februari 2017 09:44:06 WIB

bejiharjo-karangmojo.desa.id - Mendengar kata pasar tradisional tentunya di dalam benak kita langsung terbayang suasana gaduh riuh dengan kondisi kotor kumuh dan semrawut.  Kalah pamor dengan suasana pasar modren begitulah kira-kira yang membuat nasib pasar tradisional kian merana.

Pasar tradisional yang dulu menjadi basis ekonomi rakyat kini sudah sepi peminatnya. Apalagi pasar tradisional di wilayah Bejiharjo pada umumnya hanya buka dua kali dalam lima hari, karena mereka berpatokan hari pasaran jawa yaitu pahing, pon, wage, kliwon dan legi, termasuk pasar di wilayah Sokoliman 2 yang hanya buka pada hari pasaran pon dan legi mulai subuh dan biasanya berakhir sekitar jam 06.00 WIB.

Masyarakat lebih tertarik datang ke supermarket dan minimarket yang menyajikan suasana dan kesan nyaman. Malah mungkin berbelanja di mal sudah menjurus pada gaya hidup modern yang serba instan itu. Mal dan minimarket menjadi favorit lantaran menyediakan transaksi singkat di ruangan ber-AC, etalase yang berjejer rapi. Jauh dari suasana semrawut, kumuh, dan kotor seperti umumnya melekat di pasar tradisional pada umumnya.

Melihat realita seperti ini, muncul pertanyaan  masih berhargakah pasar tradisional di era serba modern ini?

Namun bagaimanapun, keberadaan pasar tradisional harus tetap dipertahankan.  Bukan karena mereka menggantungkan hidup dari pasar tradisional, melainkan ada nilai-nilai luhur, kearifan lokal yang  ditemukan di pasar tradisional. Di pasar, kita melihat antara pedagang yang satu dengan lainnya bukanlah sebagai lawan/pesaing bisnis, tapi ibarat kawan atau saudara tempat berbagi banyak hal selagi mengais rezeki dari berjualan. Ada toleransi, kerukunan, dan saling tolong-menolong dalam hubungan tersebut.

Ketika datang pelanggan mencari barang dan kebetulan stok habis, tak segan-segan sesama pedangang saling meminjam barang. Tak terlihat ada rasa iri, tapi justru saling memahami dan mengerti dalam menyenangkan hati pelanggan. Di pasar tak sebatas jual-beli barang, tapi ada kepercayaan dan kejujuran yang dipelihara dalam hubungan pedagang dan pelanggan.

Dari pasar tradisional, tersemai benih-benih kepedulian yang menempatkan sisi kemanusiaan. Pasar tradisional sekaligus menjadi ruang budaya dalam mengekpresikan sisi emosional manusia, suka-duka, senang-kecewa, hingga letupan kemarahan. Melunturnya tenggang rasa, kepedulian yang terjadi saat ini pada akhirnya berujung sikap anarkis, mudah emosional, gampang tersulut api kemarahan akibat ruang toleransi di masyarakat semakin menyempit.

Hal-hal tersebut di atas, yang tidak ada di pasar modern ini akan semakin terkikis jika tidak ada upaya-upaya terutama dari pemerintah untuk mempertahankan tradisi di pasar tradisional.

Jadi, pasar tradisional dengan segara kekurangan dan beragam keunikan di dalamnnya masih patut untuk dipertahankan, terutama warisan tradisi-budaya yang menjadi corak kekhasan masyaraat Indonesia. Kemasan boleh modern, tapi semangat dan apresiasi terhadap kelestarian budaya lokal harus menjadi bagian jati diri bangsa. Ya, salah satunya dengan menggali akar kearifan lokal dari pasar tradisional.

Kontributor : Rismanto

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

LP2A BEJIHARJO

Kunjungi Website

Pulsa dan PPOB Bejiharjo

Kunjungi Website

Cek Permohonan E-KTP

Cek Status Permohonan KTP

Kabar Desa Bejiharjo